Minggu, 20 Oktober 2019

Kura-Kura Ngontrak #2





RIUH PIKUK RUMAH

Sesampainya di rumah, aku hanya disambut oleh Bi Ijah (pembantu rumah tangga di keluargaku), tanpa bertanya kemana Mamah dan Papah, karena keadaan ini sudah menjadi sangat biasa bagiku, kedua orangtuaku yang memiliki pekerjaan masing-masing sehingga membuatnya jarang dirumah, dan akupun memaklumi itu semua.

Jam dinding kamarku menunjukan pukul 19.00, aku beranjak dari depan TV dan memegang buku yang bertuliskan MTK, tak terlalu lama aku mempelajarinya akupun melanjutkan menonton TV, terdengar suara telpon selulerku berbunyi, ternyata itu adalah pesan singkat dari pacarku.
“Hai sayang, Mamah Papahmu pasti gak tau kemana haha.”
Aku memiliki seseorang yang spesial, Dhani namanya, dia adalah anak kelas XII ipa 2, dia anak yang sangat periang dan kadang menjengkelkan.
“Tertawalah kamu!” jawabku ketus.
Aku habiskan malam itu dengan bermanja ria dengan Dhani. Jam dinding yang sama telah berubah menunjukan pukul 24:00, aku merasa lelah dan langsung memejamkan mataku, belum terlelap dengan pulas terdengar suara mobil Papah yang disusul oleh suara mobil Mamah, dan aku melanjutkan tidurku.

          Pagi telah tiba, saatnya aku berangkat ke sekolah, dengan diiringi kejadian dan ocehan yang sama setiap paginya aku berangkat ke sekolah, yang berbeda adalah hari ini aku tak di antar oleh om Jono, dia akan mengantar ayahku yang nampaknya tak terlihat sehat untuk membawa mobilnya sendirian.

Motor vespa antik telah menungguku di depan rumah, dan itu adalah Dhani, dia selalu hadir di saat aku membutuhkannya, itu yang membuat aku semakin sayang padanya. Tak perlu menjerit minta tolong pagi hari ini, dengan suara khas motor vespa kami menuju sekolah dengan pelan dan pasti.

Sesampainya di sekolah kami tak menunggu lama untuk mendengar suara bel masuk (sangat jauh berbeda dengan om Jono yang selalu membuatku menunggu sangat lama untuk mendengar suara bel masuk).
“sanah kamu masuk duluan,” Dhani berkata sambil merapikan posisi motornya.
Aku berlari meninggalkan Dhani yang masih berada di parkiran. Pelajaran jam pertama hari ini adalah MTK, semua terlihat mengeluh (pagi-pagi udah MTK), namun berbeda denganku, aku sangat bersiap untuk belajar hari ini, beberapa pertanyaan aku jawab dengan benar, mambuat semuanya heran karena aku selalu bolak-balik ke papan tulis untuk menjawab soal.


Para pecinta palsu


       Langsung saja masuk pada pelajaran terakhir di hari ini, Bahasa Inggris!!, mungkin dari semua pelajaran yang ditempatkan pada jam-jam akhir, Bahasa Inggrislah pelajaran yang menurutku adalah pelajaran yang paling tidak membuat kepala terasa menggunakan helm full face bapak-bapak, karena guru yang mengajar begitu sangat tampan, sehingga membuat mata para wanita di kelas hampir tak terlihat kedipannya, meskipun aku tak tahu apa yang sebenarnya mereka pikirkan dibalik tatapan serius mereka.

Tapi mungkin keajaiban itu tidak berlaku untuk siswa laki-laki di kelas, karena mereka tetap saja terlihat sangat mengantuk (kasihan kaum lelaki itu), namun itu merupakan sesuatu yang wajar, karena aku tidak bisa membayangkan ada seorang laki-laki yang memandang serius ke Mr.Tyo (itu nama guru yang tampannya gak kalah sama Tora Sudiro).

          Bel berbunyi, kamipun segera meninggalkan kelas. Hari ini sarah tidak dapat berkumpul, ia diminta untuk segera pulang sehabis pulang sekolah, acara keluarga katanya.
Kejutan datang, ternyata Om Jono telah menunggu diparkiran.
“Loh kok Om ada disini?” tanyaku.
“Lah memang Om kan nunggunya diparkiran, masa Om nunggu didalem kelas non.” jawab Om Jono sambil tertawa kecil.
Tanpa bertanya banyak karena akan memakan waktu panjang, kami masuk kedalam mobil. Kami mencari tempat untuk kami berlatih Tae-kwondo, banyak tempat kami singgahi, dari mulai komplek hingga perkampungan yang kumuh, namun kami belum menemukan tempat dimana orang-orang berseragam putih dengan sabuk yang berwarna-warni.
“Sebenernya kita mau kemana sih non?” tanya om Jono.
 “Ini loh om, sebenernya kita lagi cari tempat buat latihan taekwondo,” jawabku.
 “Oh kalo itu sih saya tau.”
 “Haduh kenapa gak bilang dari tadi sih om,” jawabku agak sedikit gondok.
“Ya orang non gak tanya, ya om mana tahu,” ujar om jono.

         Tanpa banyak basa-basi aku dan teman-temanku pergi ke ketempat yang rupanya tak jauh dari sekolah, setelah om jono memarkir mobil dengan seenaknya, kamipun turun didampingi om Jono, om Jono mengantar kami kepada seseorang yang berparas dingin, tinggi, putih, ganteng, dan terlihat pula sabuk hitam melingkar di pinggang cowok misterius itu.

Tanpa kami memulai untuk menyapa, cowok itu ternyata menghampiri kami terlebih dahulu sambil berteriak kepada semua orang yang ada disana.
“Ok kita istirahat dulu!.”
Ketika cowok itu berada di depan kami, tak ada satu orangpun yang memulai pembicaraan dari kami.
“ada apa pak?” sapa cowok itu menghadap ke om Jono sambil mencium tangan om Jono.
 kami semua terheran-heran, siapa cowok itu sebenarnya?
“Oh ini non Shavira sama temen-temennya mau ikutan taekwondo,” ucap om Jono.
Tak ada kata-kata lain selain kata, “iya” sambil menganggukan kepala dan diselimuti kebingungan.
“Ok kalo begitu hari minggu kalian bisa datang kembali dengan formulir yang sudah terisi ya!” ujar cowok itu sembil memberikan beberapa lembar formulir pendaftaran (tetap dengan raut wajah yang sangat dingin).

          Setelah mendapatkan formulir kami segera menuju mobil, karena hari semakin gelap om Jono tak mau berurusan dengan orang tua masing-masing temanku, jadi dia memacu mobilnya dengan sangat cepat, membuat kami serasa sedang berada di permainan Dunia Fantasi.

Setelah mengantar Tasya dan Hanida, aku dan om Jono melanjutkan perjalanan menuju rumah, lalu aku teringat kejadian di tempat latihan tadi, kenapa cowok itu begitu hormat kepada om Jono?
“Om kok tadi guru taekwondonya cium tangan sih sama om?” tanyaku heran.
 “Oh itu Raka anak om,” jawabnya sambil memutar stir mobil ke arah kiri.
“Hah?? (adegan kaget sambil kamera zoom in ala sinetron), kok aku gak tau sih om punya anak.”
“Ya memangnya saya harus bawa anak saya selagi kerja non?” jawab om Jono heran.
          Perbincanganpun terhenti dan kamipun mulai dekat dengan gerbang rumahku, sambil turun dari mobil, aku memikirkan bagaimana raut wajah Tasya, Hanida dan Sarah jika aku beri tahu bahwa cowok yang cool itu tidak lain tidak bukan adalah anak dari pembalap non-profesional yaitu om Jono.

Sambil menahan senyum aku masuk ke dalam kamar,  dan melakukan sedikit gulatan dengan beberapa buku, aku sengaja tidak mengabarkan hal lucu itu lewat Surat telepon (SMS), karena aku ingin melihat langsung raut wajah teman-temanku secara langsung. Dengan membasuh wajah yang kotor, menggosok gigi, dan mematikan lampu, aku tutup hariku yang melelahkan ini.


***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar