Rabu, 16 Oktober 2019

Kura-kura ngontrak #1



KURA-KURA NGONTRAK #1






Kenal-kenalan


          “Shavira... bangun! liat sudah jam berapa? apa kamu tidak mau sekolah?” kata-kata itu yang selalu terdengar ketika pagi hari, teriakan mamah dari ruang tamu cukup keras hingga sampai ke kamarku yang berada di lantai dua. Hari ini aku harus berangkat kesekolah lagi, libur akhir pekan memang terasa sangat cepat setiap minggunya.
“Shavira! cepat keluar dari kamar!” teriakan itu semakin kencang, dan tandanya aku memang benar-benar harus turun dan bersiap untuk pergi ke sekolah.

          Setelah membersihkan diri, aku sedikit mendandani rambut dan wajahku, agar terlihat cantik hari ini (setidaknya menurutku sendiri), dan tak lupa gelang rajutan berwarna cokelat muda menghiasi pergelangan tanganku, karena itu adalah sebuah simbol bahwa aku adalah anggota geng “CEMUT” (cewe imut).

Itu adalah geng yang lumayan terkenal di sekolahku, sekolah SMA BUDI DHARMA JAKARTA  adalah tempat yang selalu aku kunjungi setiap hari, aku berada di kelas XI IPA 1, dan semua anggota geng cemut ada di kelas itu, geng yang hanya beranggotakan empat orang itu terdiri dari Tasya (si pesek yang tangguh) kekuatannya boleh diadu!, Hanida (si kuku berkutek ganti-ganti) dia bisa mengubah warna kuteknya setiap hari, Sarah (si bunga sekolah) setiap harinya bisa terdapat dua sampai lima surat cinta di atas mejanya dari cowok yang berbeda, dan yang terakhir adalah aku Shavira (orang-orang biasanya memanggilku si tomboi yang tampan) mungkin karana potongan rambutku yang pendek ala boy band Korea sehingga orang-orang memanggilku seperti itu.

          Sarapan pagi telah aku telan dengan lancar, diiringi ocehan mamah yang tidak pernah berhenti, membuat aku hapal apa yang akan dia katakan.
“Shavira dengarkan kata-kata ibu guru! jangan nakal di kelas! jangan jajan sembarangan dan bla bla bla...,” (karena mamah selalu mengulang kata-kata itu setiap pagi).

Mamah memang orang yang sangat cerewet, tapi aku tau itu adalah bentuk kasih sayangnya kepadaku. Aku pergi ke sekolah diantar oleh om Jono, dia adalah supir keluargaku, di depan mata mamah dan papah dia adalah supir yang sangat hati-hati dan tidak ceroboh, mementingkan keselamatan dengan berjalan agak sedikit pelan, tetapi di belakang mata mamah dan papah, dia adalah supir yang sangat ceroboh, tak pernah tidak melanggar lampu merah.
“Maaf naluri pembalap non.”
Itu yang sering dikatakannya ketika aku kerap kali berteriak minta tolong di dalam mobilku sendiri, (huh sungguh sangat menyebalkan bapak tua itu).

          Hanya butuh waktu 30 menit untuk sampai di depan gerbang sekolahku, lebih cepat 30 menit juga dari orang yang mengendarai mobil dengan normal, hal itu yang membuat aku yakin bahwa om Jono memang seorang pembalap ketika muda. Namun hal itu tidak membawa keberuntungan bagiku, aku kerap kali menjadi orang pertama yang datang ke sekolah, bahkan lebih awal dari penjaga sekolah.



Geng Cemut


          Seiring waktu berjalan, sekolang yang sepi itu kini menjadi ramai, semua siswa mulai berdatangan, tanpa terkecuali geng CEMUT-ku. Setelah beberapa menit bercanda gurau dan membuat rencana apa yang akan kami lakukan setelah pulang sekolah, belpun berbunyi, tandanya semua siswa harus masuk ke kelas, akupun dan semua yang ada di sekitarku bergegas masuk ke kelas (“kecuali om Jono!” karena aku gak mau teriak-teriak histeris minta tolong di dalam kelas! sudah cukup di dalam mobil aja).

Pelajaranpun dimulai, tak ada pelajaran yang tak aku suka, semua pelajaran aku gemari, terlebih lagi berhitung, mungkin karena aku telah terbiasa menghitung sejak aku duduk di bangku taman kanak-kanak (ngitungin uang jajan). Aku terkenal sebagai anak yang berprestasi, aku adalah yang terbaik di kelas, dan ke tiga anggota geng CEMUT-kupun berjejer di bawahku secara berturt-turut, meskipun kami anak-anak yang nakal tapi kami selalu bisa mengatasi pelajaran dengan baik. Aku duduk di bangku ke tiga dari depan, yang barisannya merapat ke tembok, jauh dari meja guru. Di depanku adalah bangku Tasya, disamping kiriku adalah bangku Hanida dan di belakangku adalah bangku Sarah, kami kerap kali dipergoki sedang mengobrol oleh bapak dan ibu guru.

          Pelajaran terakhir hari ini adalah pelajaran sejarah, pelajaran yang sangat membuat kami semua yang berada di kelas berjuang untuk mengangkat kelopak mata, karena guru yang mengajar hanya bercerita tanpa memberi satu pertanyaanpun kepada kami. Aku rasa aku sudah mulai hampir menyerah, kelopak mataku terasa seperti terbuat dari besi, sangat berat sekali untuk mengangkatnya.
“Mungkin aku kurang tidur semalam, sehingga aku sangat mengantuk tak seperti biasanya.”
Aku memandang ke arah depan, terlihat Tasya yang telah mengeluarkan buih dari mulutnya dengan buku didepan mukanya, untuk menghalangi pandangan bapak guru sejarah ke bangkunya. Aku melirik ke sebelah kiri, lalu aku melihat Hanida yang seolah mempunyai kepala yang terbuat dari besi baja yang sangat berat, kepalanya terolang-oleng seperti sedang melakukan pemanasan senam pramuka, lalu aku memutuskan menoleh ke belakang untuk mengetahui keadaan Sarah, aku berharap dia lebih baik dariku, Tasya dan Hanida. Setelah aku menoleh ke belakang, yang terlihat adalah sesosok wanita yang memejamkan matanya beralaskan jaket (tapi tetep seolah-olah banyak sekali bertebaran bunga di sekitar sarah, meskipun sedang tidur, dia masih sangat terlihat cantik). Dan akupun menyadari, bahwa bukan karena aku tidur larut malam penyebab aku mengantuk, tetapi dongeng dari Bapak guru sejarahlah penyebabnya.
“Kring.. kring.. kring..”

          Bel tanda pelajaran usai telah berbunyi, semua siswa terlihat sangat segar dari sebelumnya, saat-saat yang paling di tunggu anak sekolah memang adalah suara bel tanda pelajaran berakhir, karena itu seperti suara kebebasan.

Hari ini adalah saatnya geng CEMUT berkumpul di luar sekolah, dengan melaksanakan tradisi yang telah lama terjadi, kami melakukan “GAMBRENG” (tradisi yang menentukan rumah siapa yang akan menjadi tempat berkumpul geng). Setelah tradisi dilaksanakan, rumah Hanidalah yang akhirnya menjadi tempat kami berkumpul, lalu dengan nada serius aku menawarkan mobilku untuk mengantarkan kami semua.
“udah naik mobil gue aja ok!!” serentak semua mengangguk.
          Dengan senyumman khasnya, Om Jono membukakan pintu mobil sambil bertanya.
“Rumah siapa yang jadi korban kali ini non?”
“Hanida om”, aku menjawab sambil menyipitkan mata (meniru pemeran antagonis di sinetron- sinetron).

Beberapa saat suara pintu mobil terdengar terhantam, tanda bahwa kami siap berangkat, dengan sigap om Jono menginjak pedal gas dengan kekuatan penuh, semua teman-temanku berteriak minta tolong, namun aku terdiam menahan rasa takutku agar tak terlihat oleh teman-temanku.

Sesampainya di rumah Hanida aku dan geng CEMUT masuk ke dalam kamar Hanida, tak menunggu beberapa lama makanan ringan dan minuman diantar oleh Bi Imah (pembantunya Hanida).
“Makasih ya Bi” teriak Hanida yang langsung asik membuka plastik makanan ringan.
“Ya non” jawab Bi Imah singkat dan bergegas meninggalkan kami dari kamar Hanida.
Setiap geng pasti memiliki geng yang berkontra dengan geng itu, kamipun sama, geng SWEET GIRL, itu adalah geng yang menandingi ketenaran kami di sekolah, geng yang terdiri dari anak kelas XI IPS 2 itu selalu membuat ulah yang membuat kami kerap kali naik pitam.
“Rapat kali ini adalah membahas tentang geng SG yang sekarang menggeluti ekskul TaeKwonDo” suara Sarah terdengar agak kesal.
 Dan suasanapun menjadi agak serius.
”Kalau begitu kenapa kita tidak ikut serta dalam beladiri itu?” tanyaku sambil mengacungkan tangan.
“Setuju” semua serempak menjawab.

Hari itu kami membahas tentang Tae-kwondo, mencari di beberapa buku dan internet, agar kami sedikit mengetahui tentang bela diri itu sebelum kami semua menggelutinya. Waktu bergulir dengan cepat, kini kami harus pulang, aku bergegas menghampiri om Jono yang telah menunggu bak perangkap tikus, akupun masuk ke dalam mobil dan bersiap melakukan beberapa kali teriakan.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar