RIUH
PIKUK RUMAH
Sesampainya
di rumah, aku hanya disambut oleh Bi Ijah (pembantu rumah tangga di
keluargaku), tanpa bertanya kemana Mamah dan Papah, karena keadaan ini sudah
menjadi sangat biasa bagiku, kedua orangtuaku yang memiliki pekerjaan
masing-masing sehingga membuatnya jarang dirumah, dan akupun memaklumi itu
semua.
Jam
dinding kamarku menunjukan pukul 19.00, aku beranjak dari depan TV dan memegang
buku yang bertuliskan MTK, tak terlalu lama aku mempelajarinya akupun
melanjutkan menonton TV, terdengar suara telpon selulerku berbunyi, ternyata
itu adalah pesan singkat dari pacarku.
“Hai
sayang, Mamah Papahmu pasti gak tau kemana haha.”
Aku
memiliki seseorang yang spesial, Dhani namanya, dia adalah anak kelas XII ipa
2, dia anak yang sangat periang dan kadang menjengkelkan.
“Tertawalah
kamu!” jawabku ketus.
Aku
habiskan malam itu dengan bermanja ria dengan Dhani. Jam dinding yang sama
telah berubah menunjukan pukul 24:00, aku merasa lelah dan langsung memejamkan
mataku, belum terlelap dengan pulas terdengar suara mobil Papah yang disusul
oleh suara mobil Mamah, dan aku melanjutkan tidurku.
Pagi telah tiba, saatnya aku berangkat
ke sekolah, dengan diiringi kejadian dan ocehan yang sama setiap paginya aku
berangkat ke sekolah, yang berbeda adalah hari ini aku tak di antar oleh om
Jono, dia akan mengantar ayahku yang nampaknya tak terlihat sehat untuk membawa
mobilnya sendirian.
Motor
vespa antik telah menungguku di depan rumah, dan itu adalah Dhani, dia selalu
hadir di saat aku membutuhkannya, itu yang membuat aku semakin sayang padanya.
Tak perlu menjerit minta tolong pagi hari ini, dengan suara khas motor vespa
kami menuju sekolah dengan pelan dan pasti.
Sesampainya
di sekolah kami tak menunggu lama untuk mendengar suara bel masuk (sangat jauh
berbeda dengan om Jono yang selalu membuatku menunggu sangat lama untuk
mendengar suara bel masuk).
“sanah
kamu masuk duluan,” Dhani berkata sambil merapikan posisi motornya.
Aku
berlari meninggalkan Dhani yang masih berada di parkiran. Pelajaran jam pertama
hari ini adalah MTK, semua terlihat mengeluh (pagi-pagi udah MTK), namun
berbeda denganku, aku sangat bersiap untuk belajar hari ini, beberapa
pertanyaan aku jawab dengan benar, mambuat semuanya heran karena aku selalu
bolak-balik ke papan tulis untuk menjawab soal.
Para pecinta palsu
Langsung
saja masuk pada pelajaran terakhir di hari ini, Bahasa Inggris!!, mungkin dari
semua pelajaran yang ditempatkan pada jam-jam akhir, Bahasa Inggrislah
pelajaran yang menurutku adalah pelajaran yang paling tidak membuat kepala
terasa menggunakan helm full face bapak-bapak, karena guru yang mengajar begitu
sangat tampan, sehingga membuat mata para wanita di kelas hampir tak terlihat
kedipannya, meskipun aku tak tahu apa yang sebenarnya mereka pikirkan dibalik
tatapan serius mereka.
Tapi
mungkin keajaiban itu tidak berlaku untuk siswa laki-laki di kelas, karena
mereka tetap saja terlihat sangat mengantuk (kasihan kaum lelaki itu), namun
itu merupakan sesuatu yang wajar, karena aku tidak bisa membayangkan ada
seorang laki-laki yang memandang serius ke Mr.Tyo (itu nama guru yang tampannya
gak kalah sama Tora Sudiro).
Bel berbunyi, kamipun segera
meninggalkan kelas. Hari ini sarah tidak dapat berkumpul, ia diminta untuk
segera pulang sehabis pulang sekolah, acara keluarga katanya.
Kejutan
datang, ternyata Om Jono telah menunggu diparkiran.
“Loh
kok Om ada disini?” tanyaku.
“Lah
memang Om kan nunggunya diparkiran, masa Om nunggu didalem kelas non.” jawab Om
Jono sambil tertawa kecil.
Tanpa
bertanya banyak karena akan memakan waktu panjang, kami masuk kedalam mobil. Kami
mencari tempat untuk kami berlatih Tae-kwondo, banyak tempat kami singgahi,
dari mulai komplek hingga perkampungan yang kumuh, namun kami belum menemukan
tempat dimana orang-orang berseragam putih dengan sabuk yang berwarna-warni.
“Sebenernya
kita mau kemana sih non?” tanya om Jono.
“Ini loh om, sebenernya kita lagi cari tempat
buat latihan taekwondo,” jawabku.
“Oh kalo itu sih saya tau.”
“Haduh kenapa gak bilang dari tadi sih om,”
jawabku agak sedikit gondok.
“Ya
orang non gak tanya, ya om mana tahu,” ujar om jono.

Tanpa
kami memulai untuk menyapa, cowok itu ternyata menghampiri kami terlebih dahulu
sambil berteriak kepada semua orang yang ada disana.
“Ok
kita istirahat dulu!.”
Ketika
cowok itu berada di depan kami, tak ada satu orangpun yang memulai pembicaraan
dari kami.
“ada
apa pak?” sapa cowok itu menghadap ke om Jono sambil mencium tangan om Jono.
kami semua terheran-heran, siapa cowok itu
sebenarnya?
“Oh
ini non Shavira sama temen-temennya mau ikutan taekwondo,” ucap om Jono.
Tak
ada kata-kata lain selain kata, “iya” sambil menganggukan kepala dan diselimuti
kebingungan.
“Ok
kalo begitu hari minggu kalian bisa datang kembali dengan formulir yang sudah
terisi ya!” ujar cowok itu sembil memberikan beberapa lembar formulir
pendaftaran (tetap dengan raut wajah yang sangat dingin).
Setelah mendapatkan formulir kami
segera menuju mobil, karena hari semakin gelap om Jono tak mau berurusan dengan
orang tua masing-masing temanku, jadi dia memacu mobilnya dengan sangat cepat,
membuat kami serasa sedang berada di permainan Dunia Fantasi.
Setelah
mengantar Tasya dan Hanida, aku dan om Jono melanjutkan perjalanan menuju rumah,
lalu aku teringat kejadian di tempat latihan tadi, kenapa cowok itu begitu
hormat kepada om Jono?
“Om
kok tadi guru taekwondonya cium tangan sih sama om?” tanyaku heran.
“Oh itu Raka anak om,” jawabnya sambil memutar
stir mobil ke arah kiri.
“Hah??
(adegan kaget sambil kamera zoom in ala sinetron), kok aku gak tau sih om punya
anak.”
“Ya
memangnya saya harus bawa anak saya selagi kerja non?” jawab om Jono heran.
Perbincanganpun terhenti dan kamipun
mulai dekat dengan gerbang rumahku, sambil turun dari mobil, aku memikirkan
bagaimana raut wajah Tasya, Hanida dan Sarah jika aku beri tahu bahwa cowok
yang cool itu tidak lain tidak bukan adalah anak dari pembalap non-profesional
yaitu om Jono.
Sambil
menahan senyum aku masuk ke dalam kamar, dan melakukan sedikit gulatan dengan beberapa
buku, aku sengaja tidak mengabarkan hal lucu itu lewat Surat telepon (SMS),
karena aku ingin melihat langsung raut wajah teman-temanku secara langsung. Dengan
membasuh wajah yang kotor, menggosok gigi, dan mematikan lampu, aku tutup
hariku yang melelahkan ini.
***